Cok Bakal

Cok Bakal merupakan salah satu ubo rampe (Perlengkapan) yang pasti ada waktu Wisuda Warga PSHT. Entah semua warga tahu/memperhatikan atau tidak. Maka perlu kita tahu dan ini bukan durung wayahe. Ini Kearifan Lokal Jawa yang umum dan perlu kita ketahui.

Dalam ilmu pengetahuan ada cabang yang disebut Ilmu Semiotika yaitu ilmu tanda-tanda atau simbol, indikasi, analogi, metafora yang berkaitan dengan ilmu linguistik (bahasa). Sering cabang ilmu ini dipandang sebagai bagian antroplogi (ilmu tentang peradaban manusia). Kaitan dengan Cok Bakal yang kita bahas adalah karena Cok Bakal merupakan kearifan lokal peradaban manusia.

Dalam masyarakat Jawa sebenarnya banyak simbolisasi dalam tata cara kehidupannya misal Masyarakat Jawa pakai udeng, keris, tumbak, selametan dan lain sebagainya.

Demikian juga dalam mareg / mendekat kepada Tuhan, dalam masyarakat Jawa penuh dengan simbolisasi. Seperti di Jawa Tengah ada acara Gunungan, Banyuwangi ada endog-endogan, petik laut, Sekaten, dan masih banyak lagi. Hal ini lebih detail juga ada didalam perangkat/piranti dalam upacara / peribadatan itu seperti sebutan ubo rampe, cok bakal, sajen dan lain sebagainya.

Celakanya dalam hasanah perkembangannya banyak simbolisasi itu mengarah atau diarahkan ke klenik, mistis, praktek jauh dari agama dan lain sebagainya. Munculnya filem-filem seperti Nyi Roro Kidul, Perdukunan, Ilmu Santet dan lain sebagainya semakin menjauhkan makna hakiki dari simbolisasi yang sebenarnya, padahal nilai dasarnya justru mengarah pada kedekatan diri pada Tuhan, Sang Hyang Tunggal.

Sebagai contoh Tumpeng/Buceng, itu asal katanya adalah Tumungkulo kang Mempeng (Tumpeng), dan Yen Mlebu (menghadap Tuhan) Sing Kenceng (Buceng). Tumungkul artinya menundukkan kepala sebagai simbolisasi ketertundukan diri pada Sang Pencipta. Mempeng artinya sungguh-sungguh. Jadi arti Tumpeng sebenarnya adalah tunduklah pada Sang Pencipta dengan sungguh-sungguh. Hal ini dirancukan akhirnya karena muncul tumpeng yang digambarkan untuk memberi makan Jin, sarana perdukunan dan lain sebagainya.

Hal tersebut lumrah karena pada dasarnya segala amal/perbuatan tergantung pada niatnya. Sama seperti misalnya ada kelompok yang menggunakan ayat-ayat suci untuk menyembuhkan orang tapi ternyata menjadikan orang yang mau disembuhkan jadi kerasukan Jin, dan lain sebagainya.

Jadi yang sering muncul adalah penggeseran ajaran Jawa itu seakan simbol-simbol Jawa adalah tempat penuhanan benda, penyembahan Jin dan lain sebagainya sehingga lama kelamaan kearifan lokal Jawa termarginalkan.

Pada pokok pembahasan kita kali ini adalah Cok Bakal. Cok adalah dari kata Pecok/Cok yang artinya awal, dan Bakal artinya adalah awal jadinya sesuatu. Jadi Cok Bakal itu maksudnya adalah Awal Mula kejadian.

Cok Bakal ini sering dikaitkan dengan Gunungan dalam Wayang Kulit. Dimana gunungan itu biasanya digunakan untuk miwiti (memulai) cerita juga sebagai akhir cerita wayang. Bukan hanya itu, di Gunungan itu juga terdapat beberapa gambar yang menyimbolkan nilai-nilai kehidupan misalnya ada gunung, pintu gerbang yang dijaga raksasa dengan pedang dan takiari (perisai), didalamnya juga ada gambaran hutan rimba dll. Itu melambangkan kehidupan manusia yang berisi pelajaran yang tinggi nilainya, tentang kebijaksanaan, kesabaran dan masih banyak lagi.

Cok bakal itu terdiri dari :

1. Tempatnya disebut Takir berasal dari Noto Pikir artinya kita sebagai manusia harus menata pikiran kita dalam menghadapi kehidupan biar tidak kemrungsung, iri, drengki, metakil dls. Dengan demikian kita bisa lebih tenang sebagai wadah untuk menghadap Tuhan. Takir tadi dari godong (daun pisang) mengandung maksud Kudu Dong yaitu harus jelas atau terang jalan kita, sedangkan supaya takir tidak buyar harus dikunci dengan Semat artinya Kudu Mat (harus terpusat). Harus terpusat tujuan kita hanyalah untuk Gusti Kang Akaryo Jagad. Semat dalam bahasa lain juga Biting Sodo ngemu karep kang wis dibitingi /ditoto kanti becik (apa yang sudah diatur dengan baik) kudu iso gawe Usodo (Tombo/Obat) bagi jiwa-jiwa yang keruh/gelap pikir.

2. Berisi ndog/telur yang menyimbolkan awal mula kehidupan (sebelum jadi ayam). Dan telur itu ketika menetas akan jadi ayam berbulu hitam, putih, merah, atau blorok, kita tidak ada yang tahu. Mengandung arti segala upaya kita adalah manut karsane Pangeran.

3. Berisi Kolo Gumantung (kelapa, kemiri, tumbar, merico dll.) Kolo artinya waktu/saat, gumantung artinya nggantung/ngawang/samar jadi ngemu karep saat yang mana kita belum tahu keadaannya samar (diartikan jodoh, rizqi, hidup dan mati) dan diharapkan pada Tuhan untuk mendapat kerahayuan.

4. Kolo Kependem (kunir, kencur, bawang abang, bawang putih dll.) Kependem artinya terpendam/gelap. Ngemu karep saat dimana semua gelap/kependem hanya Tuhan harapan kita juga. Agar diterangi, diberi jalan keluar.

5. Dom bolah (jarum dan benang) mengandung arti kita harus bisa merekatkan, menyatukan jiwa dan raga dalam pengabdian pada Tuhan dan pada Sesama (Welas Asih Sapodo padane Tumitah)

6. Daging, trasi dan lain-lain, adalah bumbu ngemu karep bahwa dalam hidup itu rasanya nano-nano… istilah kulo ?… yaitu harus bisa menempatkan diri dan bersikap baik serta siap menghadapinya

Cok Bakal ini adalah kearifan Jawa, bukan hanya milih SH atau SH Terate. Diluar SH pun masyarakat Jawa banyak mempraktekannya. Dalam hal ini SH adalah nguri-uri ilmu Jawa tersebut.

Cok Bakal ini dalam prakteknya digunakan oleh orang Jawa untuk acara-acara misalnya Pernikahan, awal menanam padi, sunatan, membangun rumah, bersih desa dll. Dengan maksud mengingatkan kita semua akan pentingnya untuk selalu mendekatkan diri pada Tuhan dalam menghadapi kehidupan juga memohon pada Tuhan untuk memberikan berkatNya pada kita semua seperti berkat yang sudah ada dalam cok bakal tersebut. Dan Cok Bakal ini, misalnya tidak digunakan nantinya kemudian kita pendem / tanam didalam tanah, dia akan memberikan “energi” yaitu sebagai pupuk yang memberi unsur hara pada tanah.

Semoga uraian ini bermanfaat dan kita tidak terjebak lagi dalam pemikiran klenik.

Badung, 25 November 2017
Oleh Kangmas Derajad
(Ketua Dewan Pertimbangan PSHT Cabang Badung)

Yuk bagikan!

About admin

Hendra W Saputro, tinggal di Denpasar - Bali. Pengesahan 1993 di PSHT Cabang Mojokerto. [Blog] http://www.hendra.ws [IG] hendraws [Twitter] @hendrawsaputro